Jumat, 09 November 2012

INFORM CONSENT

Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45 serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting. Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian. Tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351. Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran dilaksanakan adalah:

1. Diagnosa yang telah ditegakkan.
2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran tersebut.
5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara pengobatan yang lain.
6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.

Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan tindakan kedokteran :
a. Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.
b. Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.

Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008 ). Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada persetujuan ( Ayat 2 ). Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah:

1. Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya.
Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.

Tujuan Informed Consent:
a. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.
b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko ( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )

Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351 ( trespass, battery, bodily assault ). Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008, persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi persetujuan, sebelum dimulainya tindakan ( Ayat 1 ). Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan ( Ayat 2 ).

BIOETIKA KEDOKTERAN

A.    Pengertian Bioetika
Perkembangan yang begitu pesat di bidang biologi dan ilmu kedokteran membuat etika kedokteran tidak mampu lagi menampung keseluruhan permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan. Etika kedokteran berbicara tentang bidang medis dan profesi kedokteran saja, terutama hubungan dokter dengan pasien, keluarga, masyarakat, dan teman sejawat. Oleh karena itu, sejak tiga dekade terakhir ini telah dikembangkan bioetika atau  yang disebut jugadengan etika biomedis.
Menurut F. Abel, Bioetika adalah studi interdisipliner tentang masalah-masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan biologi dan kedokteran, tidak hanya memperhatikan masalah-masalah yang terjadi pada masa sekarang, tetapi juga memperhitungkan timbulnya masalah pada masa yang akan datang.
Bioetika berasal dari kata bios yang berati kehidupan dan ethos yang berarti norma-norma atau nilai-nilai moral. Bioetika merupakan studi interdisipliner tentang masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran baik skala mikro maupun makro, masa kini dan masa mendatang. Bioetika mencakup isu-isu sosial, agama, ekonomi, dan hukum bahkan politik. Bioetika selain membicarakan bidang medis, seperti abortus, euthanasia, transplantasi organ, teknologi reproduksi butan, dan rekayasa genetik, membahas pula masalah kesehatan, faktor budaya yang berperan dalam lingkup kesehatan masyarakat, hak pasien, moralitas penyembuhan tradisional, lingkungan kerja, demografi, dan sebagainya. Bioetika memberi perhatian yang besar pula terhadap penelitian kesehatan pada manusia dan hewan percobaan.
Masalah bioetika mulai diteliti pertama kali oleh Institude for the Study of Society, Ethics and Life Sciences, Hasting Center, New York pada tahun 1969. Kini terdapat berbagai isu etika biomedik.
Di Indonesia, bioetika baru berkembang sekitar satu dekade terakhir yang dipelopori oleh Pusat Pengembangan Etika Universitas Atma Jaya Jakarta. Perkembangan ini sangat menonjol setelah universitas Gajah Mada Yogyakarta yang melaksanakan pertemuan Bioethics 2000; An International Exchange dan Pertemuan Nasional I Bioetika dan Humaniora pada bulan Agustus 2000. Pada waktu itu, Universitas Gajah Mada juga mendirikan center for Bioethics and Medical humanities. Dengan terselenggaranya Pertemuan Nasional II Bioetika dan Humaniora pada tahun 2002 di Bandung, Pertemuan III pada tahun 2004 di Jakarta, dan Pertemuan IV tahun 2006 di Surabaya serta telah terbentuknya Jaringan Bioetika dan Humaniora Kesehatan Indonesia (JBHKI) tahun 2002, diharapkan studi bioetika akan lebih berkembang dan tersebar luas di seluruh Indonesia pada masa datang.
Humaniora merupakan pemikiran yang beraitan dengan martabat dan kodrat manusia, seperti yang terdapat dalam sejarah, filsafat, etika, agama, bahasa, dan sastra.
B.    Prinsip-prinsip Dasar Bioetika
Prinsip-prinsip dasar etika adalah suatu aksioma yang mempermudah penalaran etik. Prinsip-prinsip itu harus dibersamakan dengan prinsip-prinsip lainnya atau yang disebut spesifik. Tetapi pada beberapa kasus, kerana kondisi berbeda, satu prinsip menjadi lebih penting dan sah untuk digunakan dengan mengorbankan prinsip yang lain. Keadaan terakhir disebut dengan Prima Facie. Konsil Kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat, menetapkan bahwa, praktik kedokteran Indonesia mengacu kepada kepada 4 kaidah dasar moral yang sering juga disebut kaidah dasar etika kedokteran atau bioetika, antara lain:
  • Beneficence
  • Non-malficence
  • Justice
  • Autonomy
  1. Beneficence
Dalam arti prinsip bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat manusia, dokter tersebut juga harus mengusahakan agar pasiennya dirawat dalam keadaan kesehatan. Dalam suatu prinsip ini dikatakan bahwa perlunya perlakuan yang terbaik bagi pasien. Beneficence membawa arti menyediakan kemudahan dan kesenangan kepada pasien mengambil langkah positif untuk memaksimalisasi akibat baik daripada hal yang buruk. Ciri-ciri prinsip ini, yaitu;
  • Mengutamakan Alturisme
  • Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya menguntungkan seorang dokter
  • Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan suatu keburukannya
  • Menjamin kehidupan baik-minimal manusia
  • Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan
  • Meenerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik seperti yang orang lain inginkan
  • Memberi suatu resep
2. Non-malficence
Non-malficence adalah suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil resikonya bagi pasien sendiri. Pernyataan kuno Fist, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti. Non-malficence mempunyai ciri-ciri:
  • Menolong pasien emergensi
  • Mengobati pasien yang luka
  • Tidak membunuh pasien
  • Tidak memandang pasien sebagai objek
  • Melindungi pasien dari serangan
  • Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter
  • Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
  • Tidak melakukan White Collar Crime
3. Justice
Keadilan (Justice) adalah suatu prinsip dimana seorang dokter memperlakukan sama rata dan adil terhadap untuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan tingkat ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial, kebangsaan, dan kewarganegaraan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Justice mempunyai ciri-ciri :
  • Memberlakukan segala sesuatu secara universal
  • Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
  • Menghargai hak sehat pasien
  • Menghargai hak hukum pasien
4. Autonomy
Dalam prinsip ini seorang dokter menghormati martabat manusia. Setiap individu harus diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak menentukan nasib diri sendiri. Dalam hal ini pasien diberi hak untuk berfikir secara logis dan membuat keputusan sendiri. Autonomy bermaksud menghendaki, menyetujui, membenarkan, membela, dan membiarkan pasien demi dirinya sendiri. Autonomy mempunyai ciri-ciri:
  • Menghargai hak menentukan nasib sendiri
  • Berterus terang menghargai privasi
  • Menjaga rahasia pasien
  • Melaksanakan Informed Consent

Teknik Anestesi Sirkumsisi

Anestesi yang baik akan memperbesar keberhasilan operasi. Anestesi yang baik bisa dicapai dengan teknik anestesi yang baik pula, tidak terkecuali sirkumsisi. Pada sirkumsisi, dikenal tiga macam anestesi: blok, infiltrasi, dan kombinasi keduanya.



Anestesi blok, dari hasil browsing di internet, umumnya sudah terdapat keseragaman. Hal ini sangat jelas diterangkan dalam buku Bedah Minor tulisan Karakata dan Bachsinar. Jarum ditusukkan pada pangkal penis di sebelah dorsal tegak lurus terhadap batang penis, hingga terasa sensasi seperti menembus kertas. Pada saat itu jarum telah menembus fasia Buck tempat nervus dorsalis penis berada di bawahnya. Miringkan jarum ke sisi batang penis. Lakukan aspirasi. Bila jarum tidak masuk ke pembuluh darah, suntikkan zat anestesi sebanyak 1-2 cc, kemudian pindahkan ke arah miring pada sisi yang lain, suntikkan anestesi sama seperti semula.



Sedangkan untuk anestesi infiltrasi, menurut saya, belum terdapat keseragaman. Versi pertama, seperti tertulis dalam buku Bedah Minor, diberikan di dekat frenulum, tanpa menyebut teknisnya secara detail. Versi kedua, diberikan melalui dorsum dan ventral penis proksimal. Dan versi ketiga, diberikan di empat tempat (jam 11, 1, 5 dan 7).

Seperti sudah diketahui bahwa nervus dorsalis penis (dan percabangannya) melintasi penis pada empat lokasi di atas (jam 11, 1, 5 dan 7). Versi kedua dan ketiga sama-sama memiliki target nervus yang sama, dan membentuk sebuah ring block anestesi, hanya saja beda dalam cara pemberian.

Pada versi kedua, jarum disuntikkan di daerah dorsum penis proksimal secara subkutan, gerakkan ke kanan, aspirasi, tarik jarum sambil menginjeksikan cairan anestesi, jarum jangan sampai keluar kemudian arahkan jarum ke lateral kiri, ulangi seperti lateral kanan. Versi kedua memiliki jumlah tusukan dua buah, bandingkan dengan versi ketiga yang memiliki empat buah tusukan. Inilah kelebihan versi kedua.

Akan tetapi, jika dilihat dari anatomi penis, dorsum penis memiliki banyak pembuluh darah, diantaranya vena dorsalis penis superfisialis, vena dorsalis penis profunda dan arteri dorsalis penis. Bila sampai terkena tusukan, tentu akan menyebabkan terbentuknya hematom di daerah tersebut. Di daerah ventral juga terdapat urethra, yang mana bila tusukan terlampau dalam bisa melukainya, bila memakai versi kedua. Dengan demikian, versi ketiga lebih aman dalam menjaga keutuhan arteri, vena dan urethra, karena ditusukkan pada lokasi-lokasi yang aman.